Diberdayakan oleh Blogger.
Anda Akan Terpesona Dengan Perubahan Yang Terjadi Setelah Penggunaan Antioksidan Terkuat Astaxanthin "PUREASTA", Buktikan....

Astaxanthin, Antioksidan Superior Yang Mengagumkan

Astaxanthin adalah antioksidan yang merupakan salah satu kelompok pigmen natural dari karotenoid. Di alam karotenoid dihasilkan sebagian besar oleh tanaman dan golongan mikroskopiknya yaitu mikroalgae. Astaxanthin terbanyak dihasilkan oleh mikroalgae Haematococcus pluvialis. Sumber lain adalah hasil fermentasi ragi merah muda Xanthophyllomyces dendrorhous atau ekstrak dari produk pigmen seperti udang Antarctic krill (Euphausia superba). Selain dari alam astaxanthin juga dapat dihasilkan sintetis kimia, dan banyak digunakan sebagai makanan ikan. Astaxanthin memiliki molekul yang sama dengan famili karotenoid beta-karoten, tetapi sangat berbeda pada struktur kimia dan biologi. Astaxanthin menunjukkan potensi antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan dengan beta-karoten pada penelitian di laboratorium (Cysewski dan Lorenz, 2000).
Astaxanthin merupakan pigmen karotinoid merah yang ada pada banyak mahluk hidup. Penelitian pada binatang menunjukan bahwa astaxanthin mempunyai efek antioksidan yang dapat mencegah kerusakan otot karena pelatihan, astaxanthin mengurangi kerusakan otot secara umum dan otot jantung yang disebabkan oleh pelatihan, efek anti kanker, dan efek anti peradangan. Astaxanthin juga mempunyai efek antidiabetik, meningkatkan daya tahan tubuh, anti hipertensi dan neuroprotektif pada percobaan pada binatang (Heuer , 2007).

Astaxanthin mempunya dua gugus karbonil, 11 gugus ethyl ganda dan dua gugus hidroksi yang memungkinkan terjadinya esterifikasi (Higuera-Ciapara dkk, 2006).

Struktur molekul Astaxanthin menyebabkan aktivitas biologinya berbeda dari antioksidan lain atau karotinoid. Astaxanthin termasuk dalam kelompok karotinoid yang dikenal dengan xantofil, atau karotinoid teroksigenasi. Xantofil merupakan puncak dari aktivitas piramid karotinoid dan Astaxanthin berada di atas xantofil.

Struktur molekul Astaxanthin membuatnya menjadi antioksidan superior, tetapi juga fungsinya yang melibatkan banyak mekanisme untuk melindung membran sel, melindungi sistem kekebalan, dan melindungi dari proses degenerasi secara umum. Struktur molekul astaxanthin menyerupai beta karoten, walau mempunyai banyak kelebihan. Astaxanthin mempunyai 13 rantai ganda terkonjugasi, yang menyebabkannya mempunyak kapasitas antioksidan lebih baik dari pada beta karoten yang mempunya 11 rantai ganda.

Astaxanthin mempunya kelompok OXO pada 4 dan 4 posisi prime pada lingkar cyclohexene yang kemudian juga secara signifikan meningkatkan aktivitas antioksidannya. Akhirnya, Astaxanthin mempunya gugus hidroksil pada 3 dan 3 posisi prime, yang membuat molekulnya sangat polar. Kombinasi dari modifikasi tersebut secara dramatis meningkatkan aktivitas fungsi membran dan aksi mekanisme lainnya untuk melindungi dari kondisi degeneratif, yang tidak ditemukan pada antioksidan lain (Higuera-Ciapara dkk, 2006).

Astaxanthin menunjukan aktivitas antioksidan terkuat diantara karotinoid. Astaxanthin mempunyai aktivitas penghilang oxygen tunggal yang sangat kuat diantara antioksidan lain karena kestabilan molekulnya. Astaxanthin banyak terdapat pada ikan, kerang-kerangan, crustacean, zoo dan phytoplankton, bakteri dan lain-lain, terutama organisme laut (Hashimoto dkk, 2007).

Pada penelitian Malmsten dan Lignell (2008), didapatkan bahwa diet tinggi kandungan astaxanthin meningkatkan kekuatan melakukan pelatihan endurans. Penelitian tersebut dilakukan pada para siswa paramedik, di mana kelompok yang diteliti diberikan capsul astaxanthin 4 mg sekali sehari dan kelompok kontrol diberi placebo. Setelah 6 bulan, terjadi peningkatan kemampuan lutut dalam melakukan gerakan jongkok pada kelompok yang mendapat astaxanthin 3 kali lebih kuat dari pada kelompok kontrol. Namun tidak ada parameter lain yang diteliti pada penelitian tersebut.

Aoi dkk (2003), melakukan penelitian tentang astaxanthin membatasi terjadi kerusakan otot dan otot jantung yang dikarenakan pelatihan pada tikus. Diet tinggi antioksidan akan menurunkan kerusakan oksidatif berbagai jaringan pada pelatihan berat. Penelitian tersebut mengamati efek pemberian astaxanthin terhadap kerusakan oksidatif yang terjadi pada otot paha dan otot jantung tikus yang diakibatkan oleh pelatihan berat. Penelitian dilakukan selama 3 minggu dengan membandingkan kelompok kontrol yang tidak mendapat perlakukan,kelompok mendapat perlakuan pelatihan berat, dan kelompok mendapat perlakuan pelatihan berat dan mendapat astaxanthin. Terjadinya peningkatan Creatine Kinase dan aktivitas mieloperoksidase pada otot paha dan jantung yang lebih rendah pada kelompok yang menggunakan Astaxanthin. Terlihat astaxanthin menumpuk pada otot paha dan jantung setelah 3 minggu perlakuan. Astaxanthin dapat menurunkan kerusakan pada otot dan jantung tikus yang disebabkan oleh pelatihan berat dan termasuk infiltasi neutrophil yang dapat menyebabkan kerusakan lebih lanjut. 

Pada penelitian ini dilakukan perbandingan 3 kelompok yaitu kelompok kontrol di mana tikus tidak diberi perlakuan, kelompok yang mendapat perlakuan pelatihan berlari pada kecepatan 28m/menit sampai terjadi kelelahan, dan kelompok dengan perlakuan yang sama dan diberi astaxanthin selama 3 minggu, didapatkan terjadi pada kelompok yang mendapat perlakuan pelatihan berat terjadi peningkatan 4-hydroxy-2-nonenal-modified protein and 8-hydroxy-2'-deoxyguanosine dan juga terjadi peningkatan aktifitas creatin kinase plasma dan aktivitas myeloperoxidase pada otot gastrocnemius dan jantung, dan pada kelompok yang diberikan astaxanthin terjadi penurunan efek pelatihan berat tersebut. Terjadi penumpukan Astaxanthin pada otot jantung dan gastrocnemius pada pemakaian selama 3 minggu. Astaxanthin menurunkan efek kerusakan otot jantung dan otot gastrocnemius yang dikarenakan pelatihan berat.

Penelitian terkini dilakukan untuk menentukan efek astaxanthin terhadap kapasitas endurans pada tikus laki-laki yang berumur 4 minggu. Astaxanthin diberikan secara oral (dengan dosis 1,2 , 6 dan 30 mg/kg berat badan) dengan intubasi lambung selama 5 minggu. Pada kelompok astaxanthin menunjukan peningkatan waktu renang yang meningkat sebelum terjadinya kelelahan di banding kelompok kontrol. Kadar laktat darah pada kelompok astaxanthin lebih rendah secara bermakna dibanding kelompok kontrol, Astaxanthin juga menurunkan penumpukan lemak secara bermakna. Hasil tersebut mengarahkan bahwa peningkatan kemampuan berenang dengan pemberian astaxanthin disebabkan karena peningkatan penggunaan asam lemak sebagai sumber tenaga (Ikeuchi dkk, 2006)

Penelitian terhadap efek astaxanthin pada tanda kerusakan otot pada pelatihan resisten eksentrik dilakukan pada 20 orang yang melakukan pelatihan beban sebanyak 10 set dengan 10 repetisi dengan beban 85% dari satu repetisi maksimal. Hasil dari penelitian tersebut tidak menunjukan adanya perbedaan kenyerian pada otot, kadar Creatine Kinase dan kemampuan otot yang diukur pada kelompok pelatihan beban dan pelatihan beban dengan memakai astaxanthin (Bloomer dkk, 2005).

Penelitian terhadap efek astaxanthin terhadap metabolisme lemak pada pelatihan, pada tikus berumur 8 minggu yang dibagi menjadi 4 kelompok, tidak mendapat perlakuan, perlakuan dengan pemberian astaxanthin, perlakukan dengan pelatihan berlari, dan pelatihan berlari dengan pemberian astaxanthin. Astaxanthin meningkatkan penggunaan lemak selama pelatihan dibanding dengan tikus dengan diet normal dengan peningkatan masa berlari sampai terjadi kelelahan. Terlihat bahwa pemberian astaxanthin menurunkan laju penumpukan lemak tubuh dengan pelatihan. Hasil penelitian tersebut menunjukan astaxanthin memicu metabolisme lemak dibanding penggunaan glukosa selama pelatihan melalui aktivasi CPT 1, yang akan meningkatkan kemampuan endurans dan penurunan jaringan lemak lebih efisien pada pelatihan (Aoi dkk, 2007).

Karppi (2005), melakukan penelitian tentang efek suplementasi astazanthin terhadap lipid peroksidase. Dilakukan pengamatan terhadap efek penggunaan astaxanthin selama 3 bulan terhadap lipid peroksidase pada pria berumur 19 – 33 tahun yang bukan perokok, juga diteliti penyerapan astaxanthin dalam bentuk kapsul ke peredaran darah dan juga keamanan dari penggunaan astaxanthin tersebut. Hasil penelitian menunjukan penyerapan astaxantin di usus dalam bentuk kapsul adekuat dan ditoleransi dengan baik. Suplementasi astaxanthin juga menurunkan oksidasi asam lemak secara in vivo pada pria sehat (Karppi, 2005).

Asupan antioksidan berulang mungkin dapat mencegah katabolisme musculoskeletal yang disebabkan karena kurangnya nutrisi tertentu, pelatihan yang berlebihan, stres karena overtraining, dapat mencegah dan memperbaiki atropi otot dan penggunaan protein otot yang disebabkan salahnya pengunaan, seperti pada cidera otot, immobilisasi atau tirah baring yang lama, dan proses penuaan yang berhubungan dengan berkurangnya massa otot dan kekuatan.

Juga akan terjadi peningkatan aktivitas transportasi creatine pada sel otot dan saraf, memperbaiki metabolism gula di serat otot, dan meningkatkan kapasitas kerja musculoskeletal. Diyakini asupan suplementasi yang mengandung antioksidan dapat mencegah dan membantu terapi terhadap kondisi neurodegenarasi seperti Amyotrophic Lateral Sclerosis, Huntington’s Disease dan Parkinson Disease juga menurunkan kejadian kerusakan karenya penyempitan pembuluh darah otak pada pasien denga resiko tinggi terkena stroke. Pada keadaan tersebut, diet dan suplementasi bisa membantu mempertahankan kontraksi otot dan mempertahankan fungsi saraf otot.

Nutrisi yang tepat merupakan faktor penting untuk meningkatkan performa atlet secara efektif, pemulihan setelah pelatihan dan mencegah cidera. Nutrisi tambahan yang mengandung karbohidrat, protein, vitamin dan mineral telah digunakan secala luas di berbagai cabang olahraga dengan dosis yang lebih tinggi dari kebutuhan sehari-hari. Beberapa unsur makanan memberikan efek fisiologis, dan beberapa diyakini berguna untuk meningkatkan performa pelatihan ataupun untuk mencegah cidera. Akan tetapi, jenis makanan seperti ini harus digunakan berdasarkan bukti ilmiah yang jelas dan dengan pemahaman dari perubahan fisiologis yang disebabkan oleh pelatihan (Wataru dkk, 2006).

Dikarenakan latar belakang sosial dan juga pola makan, dan meningkatnya biaya perawatan medis, terjadi peningkatan terhadap upaya menjaga kesehatan dan minat terhadap makanan sehat. Pada tahun tahun terakhir, banyak jenis makanan yang dapat memenuhi kebutuhan yang dapat dievaluasi secara ilmiah untuk menentukan efeknya terhadap pencegahan beberapa penyakit. Pada dunia olah raga, terdapat bermacam makanan tambahan yang tersedia, tetapi diantara makanan tersebut, beberapa tidak dapat dibuktikan khasiatnya dan yang lainnya melakukan promosi yang tidak benar, hal ini membingungkan konsumen. Karena itu diperlukan evaluasi dan penelitian lebih lanjut secara ilmiah sebelum makanan tambahan tersebut digunakan sebagai makanan tambahan yang berguna untuk menunjang efek dari berolah raga.

Aoi dkk (2003) pada penelitiannya menyatakan bahwa pelatihan aerobik yang intensif akan mengakibatkan produksi ROS dengan berbagai mekanisme. Pelatihan ini memacu oksidasi ROS pada protein, lipid dan DNA yang menyebabkan kerusakan otot, jantung dan hati. Juga ditemukan respon peradangan sekunder yang terjadi pada kerusakan otot lebih lanjut yang dipicu oleh pembentukan ROS. Pada penelitian sebelumnya juga menunjukan bahwa antioksidan seperti Vitamin E, C dan karotenoid dapat menurunkan kerusakan oksidatif.

Penelitian yang lebih baru menunjukkan terjadinya respon peradangan yang dipicu oleh pembentukan ROS intrasel, yang meningkatkan aktivitas dari faktor transkripsi dari redox-sensitive tertentu. Nuclear factor - кB (NF-кB) dan Activator protein-1 (AP-1) merupakan faktor transkripsi khusus yang dikontrol oleh ROS yang meregulasi ekspresi gen untuk kemokin, peradangan sitokin dan adhesi molekul. Sebagai respon terhadap mediator ini, fagosit menginfiltrasi ke dalam jaringan, di mana sel ini memicu proteolisis, perusakan ultrastruktur, dan kerusakan oksidatif lebih lanjut. ROS, tidak hanya menyebabkan kerusakan oksidatif secara langsung, juga menyebabkan kerusakan lebih lanjut karena proses peradangan. Proses peradangan ini meningkat pada otot dan otot jantung dikarenakan stres oksidatif (Aoi dkk, 2007).

Karena itu, kerusakan otot tertunda setelah pelatihan, termasuk kerusakan oksidatif, dipicu oleh proses peradangan, kerusakan dan infiltrasi neutrofil muncul bersamaan setelah penundaan, tidak terjadi segera setelah pelatihan. Antioksidan diduga dapat menginaktivasi faktor transkripsi, menurunkan ekspresi dari mediator peradangan dan mencegah infiltrasi neutrofil.

Astaxanthin, adalah antioksidan superior untuk kesehatan yang optimal. Maafaatnya yang mengagumkan sangat layak disarankan untuk dikonsumsi anda semua.

Daftar Pustaka :
  1. Abramson, J.L. and Vaccarino, V. 2002. Relationship Between Physical Activity and Inflammation Among Apparently Healthy Middle-aged and Older US Adults. Arch Intern Med Vol. 162 No. 11, June 10, 2002. p:1286-1292.
  2. Aoi, W., Naito, Y., Sakuma, K. 2003. Asthaxanthine limits exercise-induced skeletal and cardiac muscle damage in mice. Antioxidants and Redox Signaling. Volume 5. Number 1.
  3. Aoi, W., Naito, Y., Takanami, Y., Ishii, T. 2007. Astaxanthin Improves Muslce Lipid Metabolism in Exercise Via Inhibitory Effects of Oxidative CPT I Modification. Biochemical and Biophysical Research Communication. Vol,. 366. P 892-897.
  4. Archambault, S. 2000. Independent Samples T Test. Available from: http://www.wellesley.edu/psychology.psych205/indepttest.html. Accessed June 12,2010.
  5. Beers, M. 2004. The Merck Manual of Health & Aging. New York : Balantine. P 901-914.
  6. Bell, J. 2008. The Book of Personal Training. International Fitness Professionals Association. p 331-337.
  7. Bloomer, R.J., Fry, A., Schilling, B. 2005. Astaxanthin supplementation does not attenuate muscle injury following eccentric exercise in resistance-trained men. International Journal of Sport Nutrition and Exercise Metabolism. 2005 Agustus. Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16286671. Accessed 14 January 2009.
  8. Bloomer, R.J. 2007. The role of nutritional supplements in the prevention and treatment of resistance exercise-induced skeletal muscle injury. Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17503877. Accessed August 21, 2010.
  9. Capelli, B., Cysewski, G. 2006. Natural Astaxanthin : King of the Carotenoids. Cyanotect Corporation. 2006, p 93.
  10. Clarkson,P.M., Hubal,M.J. 2002. Exercise-Induced Muscle Damage in Humans. Available from : http://journals.lww.com/ajpmr/pages/articleviewer.aspx?year=2002&issue=11001&article=00007&type=abstract. Accessed November 18, 2009.
  11. Clarkson,P.M., and Thompson, H.S. 2000. Antioxidants: what role do they play in physical activity and health?. Am J Clin Nutr 2000;72(suppl):637S–46S. 81
  12. Cunha, G.S., Ribeiro, J.L. Oliveira,A.R. 2006. Overtraining: theories, diagnosis and markers. Rev Bras Med Esporte .Vol. 12, Nº 5.
  13. Cysewski, G.R. and Lorenz, R.T. 2000. Commercial potential for Haematococcus Microalgae as a natural source of astaxanthin. Trend In Biotechnology. 2000. Vol. 18. p 160-167.
  14. Darren, E.R., Warburton, Nicol, C.W., Bredin S.D. 2006. Health benefits of physical activity: the evidence. Canadian Medical Association Journal CMAJ • March 14, 2006.
  15. Dimitrov, D. M. and Rumrill, P. D. Jr . 2003. Pretest-posttest designs and measurement of Change. Speaking of Research, Work 20 (2003) 159–165. Available from : http://cehd.gmu.edu/assets/docs/faculty_publications/dimitrov/file5.pdf. Accessed December 22, 2011.
  16. Ebbeling, C.B. 2003. Exercise-induced muscle damage and adaptation. Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2657962. Accessed November 18,2009.
  17. Elstein, M. 2005. You Have The Power. Australia : Dr. Michael Eilstein. p 91-93.
  18. Eritsland, J. 2000. Safety considerations of polyunsaturated fatty acids. American Journal of Clinical Nutrition, Vol. 71, No. 1, 197S-201S, January 2000.
  19. Gledhill, N., Jamnick, V. 2003. The Canadian Physical Activity, Fitness and Lifestyle Approach. CSEP-Health and Fitness Program Health-Related Appraisal and Counseling Strategy, 3rd Editiion, Available from : http://www.sirc.ca/publishers/publication.cfm?publicationid=252&publisherid=65. Accessed 18 May 2010.
  20. Gleeson, M. 2002. Biochemical and Immunological Markers of Overtraining.Journal of Sports Science and Medicine (2002) 1, p. 31-41.
  21. Goldman, R. 2007. The New Anti-Aging Revolution. Australasian Edition. Malaysia : Advantage Quest Pubilications. p 15- 17.
  22. Grobler, L., Collins, M., Lambert, M. 2004a. Remodelling of skeletal muscle following exercise-induced muscle damage. International SportMed Journal. Vol.5 No.2.
  23. Grobler, L.,Collins, M., Lambert, M., Sinclair-Smith, C. 2004b. Skeletal muscle pathology in endurance athletes with acquired training intolerance. Br J Sports Med. 2004. Vol. 38. p. 697–703. 82
  24. Harnish,C. 2009. The Underperformance Syndrome: Beyond overtraining. Available from : http://thinkfastmovefaster.com/information/articles/308-the-underperformance-syndrome-beyond-overtraining. Accessed August 21, 2010.
  25. Harman, D. 2004. The Free Radical Theory of Aging. Antioxidants & Redox Signaling. Volume: 5 Issue 5: July 5, 2004.
  26. Hartmann, U., Mester,J. 2000. Training and overtraining markers in selected sport events. Med. Sci. Sports Exerc., Vol. 32, No. 1, p. 209-215, 2000.
  27. Hashimoto, H., Kazuhiro, Y., Masayuki, Y. 2007. Carotinoid Science. An Interdiciplinary Journal of Research of Carotinoid. Vol. 11.
  28. Haskell, W.L., Lee, I. M., Pate, R. R., , Powell, K.E.,Blair, S. N., Franlin, B. A., Macera, C. A., Heath, G. W., Thompson, P. D., Bauman A. 2007. Physical Activity and Public Health: Updated Recommendation for Adults from the American College of Sports Medicine and the American Heart Association. Medicine & Science in Sport & Exercise. Available from : http://walking.about.com/gi/o.htm?zi=1/XJ&zTi=1&sdn=walking&cdn=health&tm=99&f=10&su=p284.12.336.ip_p674.8.336.ip_&tt=2&bt=0&bts=0&zu=http%3A//www.acsm.org/AM/Template.cfm%3FSection%3DHome_Page%26Template%3D/CM/ContentDisplay.cfm%26ContentID%3D7788. Accesses October 24, 2011..
  29. Kehrer, J.P. 2000. The Haber-Weiss reaction and mechanisms of toxicity. Toxicology. 2000 Aug 14;149(1), p:43-50.
  30. Heuer, M. 2007. Dietary supplement for enhancing skeletal muscle mass, decreasing muscle protein degradation, downregulation of muscle catabolism pathways, and decreasing catabolism of muscle cells. Available from http://images2.freshpatents.com/pdf/US20070015686A1.pdf. Accessed 21 January 2011.
  31. Higuera-Ciapara, I, Félix-Valenzuela, L, Goycoolea F.M. 2000. Astaxanthin: a review of its chemistry and applications. 2006. Crit Rev Food Sci Nutr. 2006;46(2):185-96.
  32. Ikeuchi, M., Koyama, T., Takahashi, J., Yazawa, K. 2006. Effects of Astaxanthin Supplementation on Exercise-Induced Fatigue in Mice. Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17015959. Accessed August 21,2010. 83
  33. Iorio, E.L. 2007. The Measurement of Oxidative Stress. International Observatory of Oxidative Stress, Free Radicals and Antioxidant Systems. Special supplement to Bulletin Vol. 4. No 1.
  34. Karppi,. 2005. Effects of Astaxanthin Supplementation on Lipid Peroxiodation. International Journal for Vitamin and Nutrition Research. 2007 Jan;77(1):3-11.
  35. Kusumawati, D. 2000. Bersahabat dengan Hewan Coba. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.
  36. Lee, I.M, Paffenbarger, R.S. 2000. Associations of Light, Moderate, and Vigorous Intensity Physical Activity with Longevity. The Harvard Alumni Health Study. Am. J. Epidemiol. (2000) 151 (3): 293-299.
  37. Leeuwenburgh, C., Heinecke, J.W. 2001. Oxidative Stress and Antioxidants in Exercise. Current Medicinal Chemistry 2001, 8, 829-838 829
  38. Lehmann, M. 1998. Autonomic Imbalance Hypothesis and Overtraining Syndrome. Med. Sci. Sport Exerc., Vol 30, No. 7, p 1140-1145.
  39. Malmsten, C.L., Lignell, A. 2008. Dietary Supplementation with Astaxanthin-Rich Algal Meal Improves Strength Endurance – A Double Blind Placebo Controlled Study on Male Students. Carotenoid Science, Vol.13, 2008.
  40. Oliveira, A.R., Schneider, C., Ribeiro, J.L., Deresz, L.F., Barp J., Belló-Klein A. 2003. Oxidative stress after three different intensities of running. Med Sci Sports Exerc. 2003; 35:S367.
  41. Pangkahila, W. 2007. Anit-Aging Medicine. Jakarta : PT. Gramedia. p 107-114.
  42. Park, J.S., Chyun, J.H., Kim, Y.K., Line L.L., Chew, B.P. 2010. Astaxanthin decreased oxidative stress and inflammation and enhanced immune response in humans. Available From : http://www.nutritionandmetabolism.com/content/7/1/18. Accessed August 18, 2011.
  43. Petibois, C., Cazorla, G., Jacques-Rémi, P., Déléris, G. 2000. Biochemical Aspects of Overtraining in Endurance Sports A Review. Sports Med 2002; 32 (13): 867-878.
  44. Pidcock, J. 2003.How carbohydrate can help to protect against muscle damage"
  45. Pocock, 2008. Clinical Trial. John Wiley and Sons. p 123-128. 84
  46. Radak, Z, Taylor, A.W., Ohno, H., Goto, S. 2001. Adaptation to exercise-induced oxidative stress: from muscle to brain. Exerc Immunol Rev. 2001;7:90-107.
  47. Reagan-Shaw, S., Nihal,M., Ahmad, N. 2007. Dose translation from animal to human studies revisited. The FASEB Journal • Life Sciences Forum. Vol 22. March 2007.
  48. Rees, D. 2001. Essential Statistics. 4th ed. London: Chapman & Hall. p. 258.
  49. Reynolds, G. 2010. Phys Ed: Free the Free Radicals. Available from : http://well.blogs.nytimes.com/2010/10/06/phys-ed-free-the-free-radicals/. Accessed October 24, 2011.
  50. Rokyta, R, Stopka, P, Holecek, V, Krikava, K, Pekárková, I. 2004. Direct measurement of free radicals in the brain cortex and the blood serum after nociceptive stimulation in rats. Neuroendocrinology Letters No.4 August Vol.25, 2004
  51. Schoonjans, F. 2008. MedCalc. Available from: http://www.medcalc.be/manual/ mannwhitney.php. Accessed June 12, 2010.
  52. Schneider, C.D., Barp, J., Ribeiro, J.L., Belló-Klein A., Oliveira, A.R. 2005. Oxidative stress after three different intensities of running. Can J Appl Physiol. 2005;30(6):723-34.
  53. Tidball, J.G. 2005. Inflammatory processes in muscle injury and repair. Available from : http://ajpregu.physiology.org/cgi/content/abstract/288/2/R345. Accessed July 12,2009.
  54. Urso, M.L, Clarkson, P.M. 2003. Oxidative stress, exercise, and antioxidant supplementation. Environmental and Nutritional Interactions Antioxidant Nutrients and Environmental Health. Volume 189, Issues 1-2, 15 July 2003, Pages 41-54.
  55. Wataru, A., Naito,Y., Yoshikawa, T. 2006. Exercise and functional foods. Available from : http://www.nutritionj.com/content/5/1/15. Aceessed July 20,2009.
  56. Weisstein, E. 2008. Wilcoxon Signed Rank Test. Available from: http://mathworld.wolfram.com/WilcoxonSignedRanktest. Accessed June, 2010.
  57. William, J.E. 2000. Vitamin E, vitamin C, and exercise. American Journal of Clinical Nutrition, Vol. 72, No. 2, 647S-652s, August 2000
(dikutip dari RISTIE DARMAWAN dalam ASTAXANTHIN MENCEGAH EFEK NEKROSIS DAN PERADANGAN OTOT PADA TIKUS YANG MENGALAMI OVERTRAINING, Tesis untuk memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana, 2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  © KlikSehat Mau Sehat Tinggal Klik by Info Kesehatan Online 2012

Back to TOP